Setelah sebuah produk dikembangkan, produk akan diuji terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Salah satu pengujian yang dilakukan adalah beta testing.
Melalui beta testing, produk diujikan langsung kepada pengguna. Tahap pengujian ini tidak dapat dikontrol oleh tim penguji karena berhadapan langsung dengan pengguna atau end user.
Apa itu beta testing dan bagaimana cara melakukannya? Simak selengkapnya dalam artikel berikut.
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menemukan dan mengidentifikasi sebanyak mungkin bug atau masalah dalam sistem dan penggunaan produk tersebut.
Beta testing dilakukan dengan melibatkan sejumlah pengguna yang disebut sebagai beta tester.
Mereka melakukan pengujian dalam kondisi dan karakteristik yang sama, mulai dari hardware hingga kondisi internet yang digunakan. Tahap pengujian ini juga memungkinkan tim product development melakukan security testing dan reliability testing yang tidak bisa dilakukan pada tahap alpha testing. Kedua pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keamanan produk serta kemampuan produk untuk berfungsi dengan baik.
Jenis-jenis Beta Testing
1. Closeted Beta Testing
Closeted beta testing dilakukan dengan melibatkan hanya sejumlah pengguna terpilih. Biasanya, jumlah beta tester untuk pengujian tipe ini dibatasi sesuai dengan kriteria tertentu.
Misalnya, kamu berencana untuk meluncurkan produk baru.
Untuk itu, kamu menyiapkan sebuah landing page yang memungkinkan pengunjung meninggalkan email mereka untuk mendapatkan informasi seputar produk tersebut.
Kamu dapat memilih beta tester dari orang yang mendaftarkan diri untuk mendapatkan informasi seputar produk tersebut.
Tipe ini lebih cocok untuk beta testing dengan cakupan terbatas. Misalnya untuk menguji fitur inti dari produk yang akan diluncurkan.
2. Open Beta Testing
Berbanding terbalik dengan closeted beta testing, open beta testing tidak membatasi jumlah beta tester yang terlibat. Beta testing tipe ini biasanya dilakukan sebagai follow up dari closeted beta testing.
Open beta testing dapat digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif tentang target pengguna dan pola interaksi mereka.
Pengujian tipe ini juga memberikan informasi seputar sistem ketika digunakan dalam skala besar.
Sayangnya, sulit untuk menganalisis hasil open beta testing, terutama jika kamu memiliki banyak beta tester. Kamu akan membutuhkan waktu yang cukup lama sebelum produk dapat diluncurkan ke publik.
3. Technical Beta Testing
Technical beta testing adalah beta testing yang dilakukan oleh sekelompok pengguna yang paham teknologi.
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menemukan bug yang kompleks dan memberikan laporan kepada tim teknisi.
Pengujian tipe ini akan menghasilkan analisis yang mungkin saja tidak ditemukan ketika beta testing dengan pengguna awam dilakukan.
Ini akan membuat pengujian lebih fokus dan hasil yang didapatkan lebih relevan.
4. Focused Beta Testing
Focused beta testing dilakukan hanya untuk mendapatkan feedback seputar fitur produk tertentu. Beta testing tipe ini biasanya dilakukan dengan merilis produk atau fitur tersebut kepada publik.
5. Marketing Beta Testing
Marketing beta testing adalah pengujian yang dilakukan untuk menarik perhatian publik. Umumnya, beta testing tipe ini dilakukan untuk menganalisis platform marketing yang digunakan.
Pengujian tipe ini juga dapat dilakukan untuk memahami reaksi pengguna terhadap produk yang baru dirilis.
Hasil dari pengujian ini digunakan untuk menambah atau memperbarui fitur dari produk tersebut.